Halaman

Selasa, 25 Desember 2012

Stop Berantem !!

Assalamu'alaikum...
Bismillahi rrahmaani rrahiim...

Rasulullah Saw., bersabda :

تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601)

يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ، لاَ تُحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
Wahai wanita-wanita muslimah, jangan sekali-kali seorang tetangga menganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun hanya sepotong kaki kambing.” (HR. Al-Bukhari no. 2566 dan Muslim no. 2376)

Apa pun yang diberikan, dihadiahkan, biarlah balasan ada di sisi Allah, menjadi rahasia Allah.

Satu kisah...

Suatu pagi, orang ini bangun. Dilihatnya ada sisa nasi satu piring yang dimasak semalam. Beras sudah habis. Ia sudah lapar, tapi dia ingat, kawan yang jadi tetangganya sudah lama tidak punya uang, barangkali pagi ini tetangganya itu belum makan. Akhirnya diberikannya sisa nasi itu. Ia memilih menunda makannya, ia kasihan sama kawannya. Lagi pula ia masih punya uang yang bisa dibelanjakan keluar. Tatkala dilihatnya tetangganya itu hampir selesai memakan nasi pemberianya hanya dengan garam. Bukan main sakit hatinya melihat itu semua. Ia tidak tahu, bahwa kawannya tidak memiliki apa-apa selain garam. Tadinya ia merasa lapar, usai menyaksikan kejadian itu, ia merasa tidak lapar lagi. Rasanya ia ingin puasa saja, kalau saja ia tidak meneguk air sesudah waktu shubuh. Saking menyesal dan kasihan. Mengapa ia tidak memberinya lebih.

Kisah kepedulian seperti ini, mungkin sekali terdapat di dalam kehidupan kita sehari-hari, hanya saja jarang disaksikan. Kita sendiri jarang mendapat tantangan untuk melakukannya, atau mencari tantangan dengan sengaja. Padahal, insyaAllah, merealisasikan rasa peduli dengan saling memberi, dengan mengutamakan orang lain daripada diri sendiri, dapat menumbuhkan rasa saling mencintai, memupus rasa tamak, rasa iri dengki, dan membuat kita menjadi pribadi yang bersyukur. Menjadi pribadi yang tenggang rasa, senang melihat orang lain bahagia, dan sedih bila melihat orang lain sengsara.

Hadiahnya mesti yang mahal?

Hadiah itu tidak perlu yang gede-gede, yang mahal-mahal. Sukur kalau bisa. Kalau nggak bisa-bisa, jangan nunggu sampai bisa. Tapi, barang yang biasa pun bisa kita gunakan untuk saling berbagi. Berbagi makanan. Atau ada temen datang ada acara, terus pinjem kaos kaki, kasih saja, kebetulan kita punya dua, daripada yang satu nggak dipake, mending dihadiahkan. Yang nggak punya gelas, kasih gelas satu. Dikasihkan gelas satu nggak bakalan mati kelaparan kan? hehe... Meluangkan waktu beberapa menit untuk menemani ngobrol juga insyaAllah keitung amal. Niatkan saja untuk membahagiakan saudara kita.

Stop Berantem !!

Mengapa kita dengan saudara kita di keluarga sering berantem, sering nggak akur? Mungkin itu, kurang sedekahnya, kurang saling memberi hadiahnya. Toh, hadiah itu nggak mesti dalam bentuk barang saja kalau memang nggak ada, sekedar senyum pun, sekedar menemani ngobrol pun, atau curhat-curhatan. Intinya kan untuk menjalin silaturahim. Mungkin salah satu dari kita pernah mengalami, suatu kali teman dekat kita nyuruh datang pas acara nikahan, "Sudah nggak usah bawa apa-apa, yang penting situ dateng, saya sudah sukur!" tuh kan?! Tapi ya kita ngerti, masa nggak bawa kado apa-apa, mentang-mentang disuruhnya begitu, nggak tahu malu namanya, he...he...he.

Banyak cara unik yang bisa dilakukan biar tidak kaku dalam saling berbagi. Suatu kali teman saya di kampung pesen obat, saya beliin. Obatnya saya titip ke sepupu saya yang pulang kampung. Obatnya di antar ke rumah saya. Saya suruh teman saya jemput obatnya ke rumah saya, sekalian uang gantinya tolong berikan ke adik saya buat jajan. Nah, bisa juga tuh memanfaatkan situasi seperti itu. Asal kita kreatif saja.

Begitu pun kalau berantemnya dengan tetangga, dengan teman. Coba, koreksi, jangan-jangan kita cuek sama tetangga kita. Belum pernah saling memberi. Jadi belum ada sesuatu yang mengikat di antara kita dengan tetangga kita atau teman kita.

Saya punya seorang teman. Jalinan persahabatan di antara kami sangat dekat dan kuat. Karena sampai saat ini kami saling memberi. Dan peristiwa saling memberi ini tidak perlu dengan hal sejenis. Maksudnya, kalau misalkan yang seorang memberi berupa harta, yang lain memberi dengan penghormatan dan sikap menghargai atau dengan bantuan. InsyaAllah, itu pun cukup mengakrabkan.

Bagaimana kalau kawan kita terkesan tidak tahu diri?

Nah.....

Sering saya rasakan pula, tatkala sering memberi, namun tidak berbalas apa pun baik berupa penghargaan maupun berupa barang, orang yang diberi malah terkesan terus saja terobsesi untuk memanfaatkan kita. Jujur, saya juga sempat kesal tuh, tapi.... di sini justru terletak ujian untuk kita. Terkadang kita tidak melihat kebaikan yang dilakukan orang tersebut kepada kita, karena kita keburu buruk sangka. Boleh jadi orang tersebut pernah berbuat sesuatu, memang kecil perbuatan baiknya, sehingga tidak kita saksikan, tapi gede efeknya buat hidup kita. Atau semata-mata karena kita tidak suka saja dengan sikapnya, padahal dari kacamata umum tidak merugikan sama sekali. Malah, boleh jadi kawan kita itu begitu royal berdo'a buat kita. Justru gemar "mempromosikan" kita dengan membicarakan kebaikan-kebaikan kita di hadapan orang lain. Atau... diutusnya teman yang gemar mendiskreditkan kita, justru itulah tarbiyah dari Allah, agar kita menjadi pribadi yang lebih bersabar. Suatu "pendidikan" yang mahal, yang tidak semua orang mendapatkannya.

Berbaik sangka sama Allah saja lah... Coba, mau hidup susah atau seneng... Seneng kan? Oke, berbaik sangka sama Allah. Miskin belum tentu susah, kaya juga belum tentu seneng, bener kan? Kenapa banyak orang miskin justru bisa ketawa-ketawa seneng? Kenapa pula banyak orang kaya, malah melewati detik-detik hidupnya dengan tegang melulu? Jadi orang marginal tidak mesti sengsara, jadi orang sentral juga tidak selalu bahagia. Kadang-kadang orang yang ada di posisi sentral justru pusing dengan beragam masalah yang menghampiri. Gosip, fitnah, tambahan beban tanggung jawab. Mengapa bisa begitu? Anda jawab sendiri saja deh! He...he...he... kalau dijelasin terus, namanya saya tidak memberi kesempatan kepada Anda.

Kita jadikan diri kita cerdas dengan memenuhi hati oleh rasa syukur dan ikhlas... InsyaAllah tantangan-tantangan di tiap episode kehidupan akan mudah dilewati. Mudah2an kita diberi kemudahan untuk meningkatkan kualitas ruhiah kita dari waktu ke waktu. Aamiin...

Alhamdulillah...

Hadist : asysyariah
Gambar : Google




Tidak ada komentar:

Posting Komentar