Halaman

Selasa, 01 Januari 2013

Mengatur Keinginan

Bismillahi rrahmaani rrahiim...
Assalamu'alaikum... 

Keinginan manakala tidak tercapai, bisa bikin pusing/stress, bener nggak. Inget, nafsu itu memang nggak ada habis2nya. Sudah punya hati pingin jantung, sudah punya motor pingin mobil. Nggak ada puasnya. Tatkala kita disibukkan dengan keinginan yang lebih, kita kadang lupa dengan apa yang dimiliki sekarang. Padahal ni'mat Allah tuh. Nggak bisa disepelein. Punya hape jadul, ceritanya pingin blackberry, karena lama nggak kesampaian, ngeluh : "Yaah...hape jadul terus, boseen.... nggak bisa ini, itu, banyaak...".

Pingin yang bagusan, bukannya nggak boleh, tapi coba lah, kita untuk nggak berangkat dari keluhan. Anda tanya: terus apa? Jangan dari keluhan berangkatnya, tapi dari kebutuhan saja, terus kaitkan dengan ibadah, subhanallah, bagus banget tuh. Misalnya, kalau saya punya laptop hasil kerja saya jadi maksimal, berjuang buat ibadah pun jadi lebih ringan, sodaqoh jadi gampang, berbagi ilmu on-line bisa. Belajar jadi lebih mudah. Ya Allah... berilah kemudahan kepada saya untuk mewujudkannya. Nah itu bagus tuh, subhanallah, niatnya bagus, tambah do'a pula.

Resep lain, kalau kita nggak mau stress, ya nggak usah banyak keinginan lah. Simpel saja. Hehe... Cari alternatif yang lebih mudah dan murah. Duh, kalau punya motor, ke warung gampang nih, mau beli makan jadi males. Padahal kaki kita sehat, badan kuat. Apa susahnya berjalan, cuma 50 meter. Pada saat begitu, kita suka nggak inget bahwa ada saudara-saudara kita yang lumpuh. Termasuk satu saudara sepupu saya. Ya Allah, jangankan jalan kaki, mau wudhu mau makan saja dibantu. 

Kebahagiaan itu ada di sekeliling kita, tapi kita selalu terpedaya dengan kebahagiaan yang jauh dari kita. Guru saya, Pa Ano, selalu mengajarkan kepada saya untuk merasa puas dan bersyukur dengan apa yang dimiliki. Beliau selalu mengajarkan keikhlasan dalam beribadah. Kalau ingat beliau, suatu kali saya bertamu malam hari karena suatu keperluan. Saat itu saya mendapati beliau sedang khusyu membaca Al-Qur'an dan isterinya, Bu Esih, sholat sunnah. Saya mengerti, dalam beberapa ceramahnya kepada saya beliau pernah menyarankan untuk membaca A-Qur'an dan sholat sunnat sebelum tidur. Saya selalu ingin mencontoh beliau. Beliau dan keluarga beliau, bagi saya adalah orang-orang yang betul-betul berjuang membuktikan ketauhidan dengan ibadah yang sebaik-baiknya.

Yang membuat hati luluh, adalah cerita beliau yang lain. Dulu, saat mendapatkan kesulitan ekonomi tidak ada keluhan sama sekali sekalipun sekali-kali yang dimakan hanya nasi dan garam. Saya mengerti bukannya beliau hendak membawa keluarga beliau ke situasi serba kurang, tapi tatkala hidup serba kurang itu mesti dialami, maka beliau dan isterinya siap menerima. Nyatanya hidup ini bagaikan roda, tidak melulu ada di atas. Subhanallah. Barangkali ini adalah suatu kualitas jiwa yang amat langka, apalagi di tengah-tengah kesejahteraan hidup dan gelimang harta seperti yang dialami sebagian orang.

Inspirasi yang lain adalah guru saya juga K.H. Cucu Syamsul Millah, S.Sy., beliau pernah menuturkan bahwa jika beliau berpakaian dengan pakaian terbaik, itu agar umat Islam tidak diremehkan, tidak jelek di mata umum. Saya paham, berpakaian baik hendaknya tidak dilandasi keinginan nafsu yang rendah, tapi ada niat dan tujuan luhur yang hendak dicapai. Seperti punya mobil bagus, rumah bagus, gelar tinggi, bukan buat sombong, tapi diniatkan biar umum tahu bahwa umat Islam adalah umat yang hebat, tidak pantas dicap sebagai agamanya orang-orang bodoh, seperti yang dihembuskan umat-umat non-muslim yang memusuhi Islam. Hal itu menjadikan syiar Islam yang baik pula.

Maka dari itu usaha kita mengatur keinginan mestinya kembali lagi pada konsep bersyukur dan konsep ibadah. Sebab apa yang dicari orang dari mencapai keinginannya jika tidak dilandasi dengan bersyukur dan ibadah, toh cepat atau lambat semua yang dicapai akan ditinggalkan juga.

Alhamdulillah....

Gambar : Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar