Halaman

Selasa, 05 Maret 2013

T r e n d

Jilbab bukan hanya penutup aurat, tetapi juga identitas muslimah. Manakala seluruh umat bercampur di lingkungan heterogen, Anda dengan mudah dapat mengenali mana perempuan beragama Islam dan bukan Islam dari cara berpakaiannya. Sehingga tidak heran, pada saat pertama kali mengikuti kuliah sarjana, dosen Fisika Dasar I saya, barangkali tergerak rasa toleransi, beliau mengajukan sebuah pertanyaan kepada kami sebelum menjelaskan penciptaan alam semesta, begini: "Bagaimana, kita sepakat pakai kata Tuhan saja atau Allah? Apakah di sini semuanya muslim?", saya melirik, memang tidak semua mahasiswa perempuan, dan tidak semua perempuan berjilbab, ada dua orang yang tidak berjilbab pada saat itu. Saya akui, agak sulit menyimpulkan, apakah dosen saya bertanya begitu sebab dua orang perempuan itu, atau memang tidak tahu semua mahasiswa muslim, sebab ada laki-laki juga. Tapi saya yakin andaikata semua mahasiswa perempuan, dosen saya akan tetap bertanya seperti itu, karena ada dua orang perempuan tidak berjilbab di dalam kelas. Walaupun nyatanya semuanya beragama Islam. 

Dari kejadian itu benarlah apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa yang meniru suatu kaum maka dia termasuk dari mereka.” (HR. Abu Daud yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban). 

Masyarakat jadi berprasangka, atau salah sangka... kalau sampai berprasangka buruk, maka masyarakat tanpa sadar menggolongkan/memasukkan orang tersebut pada golongan yang ditiru. Sebaiknya setiap umat Islam tidak berharap itu terjadi pada diri mereka. Baiknya setiap muslimah tidak ingin orang salah sangka mengenai agama si muslimah, gara-gara pakaiannya.

Kembali pada dua orang sahabat saya yang perempuan itu. Ya, mereka memiliki masalah, dengan jilbab. Tapi tidak dapat dipastikan penyebabnya, kecuali dikembalikan kepada, bahwa mungkin mereka belum mendapat hidayah dan taufik. Namun masyarakat kita yang mulai kritis membutuhkan jawaban, paling tidak berupa tinjauan dari segi sosial dan psikologi, yang tujuan akhirnya adalah dihasilkannya solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan ini.

Memang baiknya diadakan wawancara khusus. Namun sementara ini, digunakan pernyataan yang pernah terdengar sebagai objek tinjauan. Mungkin belum mewakili secara rinci tapi diharapkan sudah mewakili secara umum.

Pernyataan seperti "Saya belum siap memakai jilbab." Mungkin sering kita dengar, atau terucap dalam hati sebagian muslimah. Atau pernyataan yang kelihatan memperkuatnya: "Saya lebih memilih menjilbabi hati dulu.", seperti pernah dilontarkan seorang artis muslimah pada sebuah segmen acara televisi. Sangat disayangkan. Penyataan seperti itu baiknya tidak dikatakan, apalagi di depan umum. Dikhawatirkan jadi pembenaran. Sedangkan memakai jilbab adalah kewajiban bagi perempuan. Hal lainnya juga yang tanpa disadari merupakan pengikis syiar Islam, adalah hal-hal seperti mode pakain barat, penjual pakaian, tayangan-tayangan yang mengumbar aurat, termasuk perempuan-perempuan Islam sebagai individu yang terbawa arus trend. Sebaiknya mereka memahami dan peduli akan resiko dari apa yang mereka rancang, buat, jual, tayangkan, dan dari apa yang mereka pakai. Semestinya mengerti betul, bahwa sementara muslim yang lain memperkuat syiar Islam tentang menutup aurat, mereka justru tanpa disadari mengikisnya dengan pakaian-pakaian ketat, dan serba terbuka.

Masalah ‘belum siap berjilbab’ tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Tampaknya trend barat memang tidak habis-habisnya diikuti banyak orang, termasuk sebagian besar umat Islam di Indonesia. Sebagian besar dari golongan anak muda, tapi generasi dewasa pun sebagian mulai terpengaruh. Paparan pengaruhnya begitu kuat, sehingga mungkin sekali telah menyebabkan pergeseran rasa. Memang sebagai mahluk sosial manusia memiliki kebutuhan akan kesetaraan dan kesesuaian dengan lingkungannya. Apabila tampil berbeda akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan rasa terasing. Inilah tantangannya. Dengan demikian lingkungan menjadi begitu berpengaruh, sehingga tak heran ada beberapa perempuan yang memakai jilbab saat kuliah mengikuti kebanyakan temannya, namun di lingkungan rumahnya ia tidak berjilbab, sebagaimana keluarga dan lingkungan sekitar. Dengan kata lain berpakaian bukan lagi berfungsi menutup aurat. Landasan yang dipakai bukan lagi hukum Islam, tapi semata-mata trend dan memenuhi kebutuhan sosial semata. 

Hasilnya fungsi pakaian dewasa ini semakin beragam. Para pakar menghimpunnya menjadi beberapa fungsi, termasuk pendapat dosen filsafat agama saya bahwa fungsi pakaian diantaranya sebagai fungsi estetika, etika dan menutup aurat. Beliau menjelaskan bahwa ketiga-tiganya haruslah hadir pada pakaian umat Islam. Tidak cukup salah satunya. “Kalau cukup dengan menutup aurat, pakai karung doang juga selesai, tapi apa nanti kata orang?” kelakar beliau. Dua unsur lainnya, estetika berarti keindahan, dan etika berarti kesopanan. Ketiganya saling melengkapi. Agaknya tiga unsur ini cukup dijadikan pegangan para perancang busana muslimah, apa pun trend (kecenderungan) busana muslimah/muslim yang akan diciptakan dan dipopulerkan.

Berkaitan dengan pakaian sebagai kebutuhan sosial, sebetulnya orang tidak perlu takut dikatakan berbeda, kalau memang di jalan benar. Anggapan aneh atau asing dari lingkungan hanya datang saat pertama kali, selanjutnya orang akan menganggap biasa justru lama-lama akan terpengaruh, asal tetap pendirian. Sebab jika tetap pada pendirian, Anda-lah lingkungan itu, yang berfungsi mempengaruhi orang di sekeliling. Itu saya saksikan pada saudari kandung saya. Ia berprinsip dengan berpakaian muslimah, lama-lama teman-teman dekatnya tertarik, termasuk adik kelasnya yang menjadi tetangga kami. Menurut saya itu terjadi karena ia tetap pendirian, dan karena cara berpakaian muslimahnya menarik. Menarik bagi kebanyakan orang memiliki sisi penting yang lain yang tidak boleh diremehkan, sebab hal tersebut yang menciptakan magnet kemudian menjadi trend.

Setelah produk menarik, selanjutnya promosi. Adik kandung saya sudah berpenampilan muslimah dengan cukup menarik. Jika itu dikatakan sebagai produk, maka media promosinya adalah silaturahim ia kepada teman-temannya sesama perempuan. Atau sebut saja main. 

Inilah yang dipakai mereka untuk menyebarkan pengaruh budaya non-Islam, sengaja atau tidak. Mereka melakukan ‘promosi’ melalui berbagai media informasi. Sehingga mode-mode pakaian barat menjadi trend (kecenderungan) banyak orang Islam yang awam. Pakaian serba ketat dan terbuka jadi paling diminati, karena trend. Semata-mata menghanyutkan diri dalam arus pop. Nah, di sinilah tugas kita, yaitu membalikkan kondisi yang ada, menjadikan busana muslimah sebagai trend dan populer. 

Kita tentu menyaksikan iklan televisi tidak melulu melayani penawaran produk komersial, tetapi kadang-kadang juga iklan layanan sosial, dengan demikian agaknya dapat pula andaikata organisasi-organisasi Islam membayar sedikit uang untuk membuat iklan da'wah. Kalau produk saja yang berorientasi profit dipromosikan, mengapa kehidupan seindah Islam yang berorientasi memanusiakan manusia tidak dipromosikan? Atau melalui film-film Islami, tidak mesti di bulan Ramadhan saja. Sebetulnya ada saja jalan memasukkan Islam ke dalam kehidupan sehari-hari melalui media, jika dilakukan secara kolektif tidak akan begitu berat dan sukar. 

Secara individu, Anda kaum perempuan bisa berusaha berbusana muslimah dengan penampilan yang menarik walaupun sederhana. Sisi apa yang membuat menarik, Anda mungkin lebih tahu. Namun beberapa saran mengatakan kecantikan sikap menjadi daya tarik tersendiri. Tujuan Anda secara individu adalah menjadi figur contoh. Kesuksesan Anda menjadi figur tidak dilihat semata-mata dari cara berpakaian atau makeup Anda, menarik atau tidak, tetapi juga dari sikap Anda. Terkadang orang mengikuti cara berpakaian seseorang bukan karena meminati pakaiannya tetapi karena menyukai orang yang memakainya. Jadi yang harus menarik adalah sikap dan pakaian Anda sekaligus. 

InsyaAllah, dengan usaha bersama dari berbagai segi perlahan-lahan lingkungan akan tumbuh menjadi lingkungan yang Islami. Bukan hanya secara fisik tetapi juga sikap dan tatanan sosial secara umum. Islam itu indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar