Halaman

Sabtu, 24 Agustus 2013

Lantai Mesjid Jadi Bentangan Kitab


Suat hari, imam  mesjid jami Al-Mubarok di kampung saya (Kp. Samarang, Ds. Mekarsari, Kec. Tambaksari, Kab. Ciamis), Ust. Udin Haerudin, terdiam, bertafakur usai menyapu lantai di mesjid. Ia melihat, sekilas mesjid bersih, tapi setelah disapu, banyak juga sampah-sampah kecil, dan debu-debu yang terkumpul. Padahal tidak ada yang pernah sengaja mengotori mesjid. Tidak seperti di tempat-tempat lain, seperti kantor, balai, pasar, toko, keberadaan orang di tempat-tempat selain mesjid itu cenderung membuat kotor, akibat alas kaki, sampah dan lain-lain. Tapi di mesjid? Orang pergi ke mesjid hanya untuk beribadah. Tidak ada yang membuang bungkus rokok atau permen. Tidak juga membuat mesjid kotor akibat alas kaki. Tapi setelah lama dibersihkan, ada saja benda-benda yang membuat kotor.

Ia berpikir,  mungkin seperti ini pula dengan "dosa". Kadang kita tidak merasakanya dan menyadarinya. Kadang tidak pula sengaja melakukannya, tapi ada saja dosa yang tidak sengaja dilakukan, disadari atau pun tidak. Sedikit-sedikit, akhirnya menumpuk, jadi banyak juga.

Makanya tidak heran jika Rasulullah Saw. mencontohkan beristighfar minimal 70 atau 100 kali dalam sehari. Istighfar mestinya memang terus diucapkan kapan pun, di mana pun. Dalam waktu senggang, memang sebaiknya diisi dengan ibadah, daripada tidak melakukan apa-apa. Seorang guru pernah mencontohkan, pada saat berangkat ke tempat kerja, misalnya Anda bertemu lampu merah di jalan sebanyak 5 kali, kalau tiap kali stop Anda istighfar 10 kali, sampai di kantor sudah 50 kali. Pulangnya 50 kali lagi, jadi jumlahnya seratus kali. Atau Anda beristighfar sepanjang perjalanan. Boleh jadi Anda sempat mengucapkan istighfar lebih dari 100 kali.

K.H. Cucu Syamsul-Millah, S.Sy., (pimpinan Ponpes Manarul Huda Cileungsir, Kec. Rancah, Kab. Ciamis) mengatakan bahwa tidak ada dosa kecil, jika dihadapkan kepada Allah, Tuhan yang Maha Besar. Beliau membuat suatu analogi, kurang lebih begini : "Jika Anda mencubit anak Anda karena bandel, masih wajar, tapi jika yang Anda cubit adalah seorang bupati, maka menjadi salah besar." Allah adalah Tuhan Yang Maha Besar, Maha segalanya. Jika kita berbuat dosa, melanggar ketentuan-Nya, maka sekecil apa pun, jadi besar ketika di hadapkan kepada Allah.

Coba perhatikan hidup kita. Apakah terasa begitu sulit? Ketika musibah demi musibah terus terjadi. Berbagai macam kesulitan menghampiri tiada hentinya. Membuat kita harus terus menerus mempertebal kesabaran. Apakah yang ada di balik semua itu? Dalam hal ini K.H. Tatang, dari Garut, ketika acara Halal Bil Halal di Ponpes Cibeureum pada hari Minggu malam Senin tanggal 18 Agustus 2013, mengatakan bahwa ada suatu jenis dosa yang masih di dunia pun terasa akibatnya, berupa kesulitan-kesulitan hidup. Dosa tersebut adalah mendzalimi/menyakiti orang lain. Ada baiknya kita selalu mengoreksi diri dari hal tersebut. Sebab sering kali hal itu tidak terasa dan tidak disengaja. Misalnya: padahal maksud kita tidak menyakiti, bahkan baik, ternyata ada saja sisi yang menyakitkan bagi orang sekitar. Membuat orang menjadi dongkol, merasa tersakiti. Mungkin caranya yang kurang tepat, atau waktu dan tempatnya yang tidak tepat.

Di satu saat, ada kalanya ibadah terasa begitu berat. Kita malas beribadah. Mengenai masalah ini, saat saya konsultasikan kepada Ust Ano, salah satu guru Diniah Miftahul-Munir, Dusun Samarang mengatakan bahwa malas dalam beribadah bisa disebabkan oleh penghalang berupa dosa. Karenanya perbanyaklah istighfar.

Memang, hidayah (keinginan untuk beribadah) itu dapat dianalogikan sebagai cahaya yang menerangi hati. Jika hati kotor oleh dosa, maka cahaya tersebut tidak dapat tembus menerangi hati. Namun jika sudah dibersihkan (dengan cara bertaubat) cahaya hidayah itu bisa menerangi hati kembali, tanpa dirintangi dosa. Hasilnya keinginan ibadah pun timbul, dan mendorong perilaku untuk merealisasikannya.

Pada saat khutbah Jum'at di Mesjid al-Mukhtariah, Gunung Roay II, Taikmalaya (deket Unsil), khatib Bp. Saepuloh. (bapak kost, kosan Mawar, hehe...), saya mendengar ucapan beliau yang mengemukakan pendapat seorang ulama (saya tidak tahu nama ulama itu siapa), kalau tidak salah ada 4 ciri orang yang taubatnya diterima. Pertama lisan orang tersebut akan terjaga. Kedua hatinya tidak mengandung kebencian kepada orang lain. Ketiga orang tersebut selalu ingin bersama orang-orang yang sholeh. Keempat orang tersebut suka untuk mengumpulkan bekal ke akhirat kelak (beribadah dengan ikhlas). Keempat indikator ini patut untuk kita ingat, sambil kita cocokkan dengan diri kita sendiri. Jika belum cocok, kita berusaha supaya cocok, dengan demikian mudah-mudahan kita termasuk orang yang berusaha bertaubat, dan akhirnya tergolong kepada golongan orang-orang yang bertaubat. Amiin.



Sumber Gambar : kucintaquran.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar