Halaman

Senin, 03 Desember 2012

Samakah Menulis Dengan Melukis?

Dalam menulis kita mengenal gaya, dalam lukisan pun ada (lebih populer dalam istilah: aliran). Istilah abstraksi juga dikenal pada kedua hal ini. Distorsi (variasi simpangan), deskripsi (bukankah artinya penggambaran?). Kalaupun istilah2 ini belum populer, hanya belum diperkenalkan saja, adapun maknanya saling mencukupi. Sifat-sifat satra pun mengenal narasi yang abstrak, penuh permainan kata, dalam sekali baca membuat berkernyit, sesudah tiga sampai empat kali diteliti barulah mengerti. Tapi tak bosan membacanya, sebab begitu unik susunannya. Membuat tergerak untuk mendalami maknanya.

Tulisan juga mengenal warna, warna kata, sehingga ketika membacanya seolah-olah terpendar kilatan warna sebab kekayaan variasi kata-katanya. Mengapa menulis dan melukis memiliki banyak kesamaan istilah (walaupun yang lain bagi sebagian yang lainnya berupa perluasan pengertian saja), menurut saya sebab kedua-duanya merupakan seni yang divisualkan, sama-sama karya dalam bentuk dokumentasi di atas media dua dimensi. Yang membedakan hanya unsur yang disusun: yang satu warna, yang lainnya kata. 

Persamaan lain bahwa kedua-duanya: tulisan maupun lukisan, membahasakan, atau menyampaikan suatu pesan. Melalui bahasa tulisan yang lain bahasa lukisan. Saya selalu termenung tatkala berpikir tentang ini. Pada tulisan saya yang lalu : Bikin Tulisan Ancur? Kenapa Nggak!!, saya sebut menulis (khususnya sastra) adalah seni. Pencapaian seni itu tidak ada batasnya, sejauh kreativitas dan imajinasi menggapai. Yang perlu diasah kemudian adalah rasa seni (olah rasa) dalam bersastra. Tapi sekalipun kedua-duanya dapat disetarakan dalam beberapa hal, agaknya tidak semua orang mahir dalam menulis pandai pula melukis. Mudah-mudahan bermanfaat!
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar