Halaman

Jumat, 07 Desember 2012

Sungguh, Aku Tidak Mau Meninggalkan Pukul 15.00 - Mu

Assalamu'alaikum wr. wb.
A'udzubillahi minasyaitoni rrajiim
Bismillahi rrahmaani rrahiim...
Alhamdulillahirabbil 'alamiin...
Allahummasholi 'ala sayyidinaa Muhammad, s.a.w., wa 'ala alihi wa ashabihi ajmaiin...

Sahabat, hari ini, saya mendapat ujian lagi dari Allah. Hari ini adalah hari terakhir saya UTS di pascasarjana Unsil. Tadi sebelum adzan dzuhur saya pulang sesuai jadwal UTS, mata kuliah berikutnya di jadwal tertera akan dimulai lagi jam 1. Saya sholat dzuhur berjamaah sebagaimana biasanya di mesjid. Pulang ke kamar kost pukul 12.00 lewat, saya liat di hape ada panggilan tak terjawab. Dari teman sesama mahasiswa. Terus saya kirim sms : "Ada apa?" Tahu-tahu saya ditelepon dan dikasih tahu kalau UTS jam terakhir (bahasa Inggris) digeser jadwal, dan baru saja selesai. "Kamu kemana saja?", kata teman saya. Otomatis saya jadi satu-satunya orang (kalau saja tidak ada lagi yang seperti saya) yang belum UTS. 

Kemudian saya disarankan untuk mengunjungi dosennya langsung, Pak Ir. Undang. Saya langsung berangkat ke kampus, ke gedung pascasarjana, tapi saya tidak ketemu Pa Undang, mungkin sudah pulang. Saya sms lagi temen saya yang tadi nelepon saya, saya minta nomer HP Pak Ir. Undang, dan saya telepon dosen saya itu, ngomong apa adanya seperti yang saya alami. Beliau menjawab, begini : "Nanti UTS susulan jam 3 sore di pascasarjana, kebetulan saya mau ngawas mahasiswa magister agribisnis! Ingat ya jam 3!", setelah mengucapkan terimakasih, mengucapkan salam, saya tutup telepon. Dalam hati saya bilang, jam 3 mah pas waktu ashar. 

Saya tidak mau melewatkan sholat ashar di awal waktu, berjamaah. Akhirnya saat ini juga, saat menulis artikel ini, saya bulatkan tekad untuk menunda berangkat ke gedung pascasarjana, saya mau berjamaah ashar dulu, baru berangkat ke tempat UTS. Saya ingin mengutamakan Allah di atas kepentingan saya yang lain. Toh, andaikata terlambat 15 menit atau 20 menit, tidak akan membuat saya rugi, paling-paling jatah waktu saya berkurang untuk mengerjakan soal. Itu mudah saja diatasi. Yang rugi itu justru kalau saya mengabaikan panggilan Allah.

Tidak kebayang andaikata saya mendahulukan urusan UTS saya, sementara kewajiban kepada Yang Menciptakan diri saya, yaitu Allah, saya tunda-tunda. Meskipun saya rencanakan pukul empat sore untuk sholat ashar umpamanya, belum tentu saya bisa berjamaah, atau saya harus bertanya pada diri saya : "Apakah saya berani menjamin diri saya sendiri, bahwa saya akan tetap bernafas sampai pukul empat?"

Demikian sekelumit kisah pengalaman saya. Memang orang yang menempuh jalan tauhid (mengutamakan Allah), di situasi sekarang, akan menemui banyak ujian. Apalagi yang punya banyak kesibukan di luar ibadah wajib. Tapi itulah romantikanya. Mudah-mudahan Allah mengangkat derajat berkali lipat, bagi kita yang lulus dari setiap ujian, dalam menempuh jalan mendekat kepada-Nya. Aamiin...

Wassalamu'alaikum...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar