Halaman

Kamis, 29 Agustus 2013

Membangun Keluarga Shaleh/Shalehah


Membangun sebuah keluarga yang shalih dan shalihah adalah impian semua orang. Kuncinya adalah mujahadatunnafsi (memerangi hawa nafsu). Sebagai laki-laki yang kelak menjadi imam dalam sebuah keluarga, semestinya seorang laki-laki, mengendalikan hawa nafsu semenjak mencari calon istri. Di saat berusaha mencari calon pendamping hidup, ia tekun beribadah dan menahan diri dari melampiaskan hawa nafsunya dengan berbagai bentuk (ma'siat). Rajin berdo'a kepaa Allah supaya diberi petunjuk seorang istri yang sholehah. 

Setelah menikah tidak melupakan amal-amalan. Saat istri mengandung, istri dan suami rajin membaca Al-Qur'an bahkan mempelajarinya. Siang malam tidak lepas dari sholat 5 waktu dan sholat sunat. Siang, puasa sunat Senin Kamis. Rumah dibuat suasana yang Islami, seperti dipajangnya kaligrafi, dan memutar audio Al-Qur'an, supaya insyaAllah Allah menurunkan berkahnya. Hiasan lainnya berupa kitab-kitab keilmuan islam pada rak buku, dan tidak sekedar dipajang. 

Setelah anak lahir yang pertama diajarkan adalah Kitab Allah dengan berbagai cara yang menyenangkan bagi seorang anak kecil, dengan mengimbangi kecerdasan dan psikologisnya. Jangan lupa sang ibu dan ayah, ikut mempelajari Al-Qur'an dan kitab-kitab keislaman lainnya. Kedua orang tuanya juga mesti wara/apik dalam berbicara, bersikap dan memakan makanan, beribadah dan dalam kegiatan lainnya. Karena ikatan jiwa dengan sang anak sangat kuat, maka harus dimulai pula dengan menjaga jiwa orangtuanya. Senantiasa berdzikir dan bertafakur. Tidak lalai, dan tidak melakukan hal yang sia-sia. Sang ayah memberikan nafkah dengan rezeki yang halal dan yang berkualitas baik. 

Saat anak remaja dan tumbuh dewasa, maka orang tua baiknya mengadakan pertemuan rutin dengan seluruh anggota keluarga untuk penyegaran ruhani, memberikan pemahaman-pemahaman sosial, dan lain sebagainya, mendengarkan curhat si anak dan memberikan si anak tanggungjawab/kepercayaan dalam beberapa hal positif. Agar si anak tetap dalam koridor Islam dan tidak terjerumus pada pergaulan-pergaulan yang dapat membahayakan masa depannya. 

Orang tua selalu memberikan contoh yang positif, tidak hanya berbicara, tetapi bertindak menjadi lingkungan yang baik di lingkungan keluarga. Secara ruhani, orang tua selalu meningkatkan amal ibadah dan mendo'akan si anak, beramal untuk si anak. Sebab sering kali orang tua tidak tahu apa yang dilakukan si anak jika telah keluar dari rumah, atau di dalam kamar. 

InsyaAllah dengan mujahadatunnafsi demikian, yang memang berat dilakukan, tapi itulah konsekuensinya jika menghendaki keluarga/anak yang shalih dan shalihah. InsyaAllah dengan berbekal ilmu agama, seorang anak akan berhasil dalam bidang apa pun yang digelutinya di masa depan. Jangan salah memilih dan menentukan. Agama adalah pondasi terbaik. InsyAllah.


Menyingkirkan Batu-batu Kecil, Di Atas Permata


"Islam itu seirama..." begitu ucapan guru saya yang masih terngiang sampai kini. Waktu itu tampak dalam benak saya bayang2 visual, daun nyiur yang digoyang-goyangkan angin "seirama". Begitu saat dijelaskan betapa mudahnya syariat Islam, yang begitu pengertian, dinamis mengikuti keadaan. Tatkala sakit bila terkena air, ada keringanan dalam sholat, tidak perlu wudhu cukup dengan tayamum. Tatkala hujan deras, khawatir terjadi bahaya di jalan, tidak mengapa sholat fardu di rumah saja. Tatkala kaki tidak mampu menopang badan, sholat duduk saja. Dan yang lainnya.

Yang dapat dihadirkan di sini betapa Allah maha penyayang melalui hukum2 yang ditentukan. Akan tetapi jika sedikit sekali penghalang yang merintangi. Seperti capek, atau sakit dalam kadar yang sedikit, sebaiknya tidak menghalangi kita untuk menunaikan kewajiban kepada Allah. Dalam keterbatasan baiknya kita istiqomah menjaga ibadah-ibadah kita. Sorang ulama berkata: "Syariat agama Islam itu ringan, tapi jangan dibikin ringan" dengan membangun alasan yang diada-ada.

 Rintangan-rintangan yang ada, walaupun kecil, itu bisa jadi merupakan tantangan untuk meningkatkan derajat kita. Ingat, bahwa adanya ujian itu untuk meningkatkan derajat seorang hamba, tatkala lulus dari ujian tersebut. Sakit sedikit mah wajar, kecuali kalau sakit parah, jangan memaksakan diri. 

Kita ukur kadar keimanan kita dengan tantangan-tantangan yang kecil-kecil, sampai tantangan yang lebih sulit. Semua ujian kita terima agar menjadi pelajaran bagi diri kita, sehingga kualitas keimanan kita terus meningkat. Mudah-mudahan kita tergolong orang-orang yang diberi petunjuk.

Dimulai dari Membuka Al-Qur'an


Memang pengalaman selalu lebih berharga, tapi kadang-kadang kita butuh teori juga. Dalam hal ini Anda ingin pintar dalam ilmu agama, berikut beberapa tipsnya (teorinya, yang ingin saya terapkan juga, insyaAllah mampu, aamiin). Mengapa ilmu agama? Karena ilmu ini penting untuk mengendalikan diri, kedamaian di masyarakat, mengetahui harapan di masa depan. Ia juga jadi "penyejuk" di kala "kepanasan", dan menjadi "penghangat" di kala kedinginan. Ilmu agama, seperti Kang Cucu bilang, mampu mengungkap hakikat yang ada di balik sesuatu, sehingga kita tidak tertipu (terpedaya) oleh keadaan yang melemahkan diri.

Ilmu agam Islam, sering berkaitan dengan kitab-kitab. Pertama kitab induk Al-Qur'an, merupakan kitab suci wahyu Allah. Ini perlu dilestarikan, bukan dalam bentuk tulisan saja, tetapi yang terbaik adalah dihafalkan (disimpan dalam sel otak dan hati dengan rapi) yang mendorong lahirnya cendikiawan-cendikiawan muslim, perembangan ilmu, dan kejayaan. Juga mendorong mengamalan isinya. Sebab percuma saja Al-Qur'an didiamkan tanpa pengamalan.

Ada juga kitab-kitab (buku) karangan ulama-ulama, seperti fiqh, tauhid, tasawuf, dengan ratusan judulnya. Untuk mengetahui/memahami isi kitab-kitab berbahasa Arab itu, pelu belajar bahasa Arab. Yang paling utama adalah menghafal kosakata, kemudian tatabahasanya. Untuk mahir membaca kitab, dapat dilakukan dengan membeli dahulu, kitab yang diterjemahkan per-kalimah/per-kata. Sambil dihayati isinya, dihafal juga arti tiap kata. Metode ini memerlukan kesabaran di awal, nantinya tinggal pengulangan saja. Seperti dalam bacaan bahasa Indonesia, kata "belajar", mungkin sekali terulang puluhan kali dalam suatu buku, terlebih kata penghbung seperti "jika", "dengan", atau kata "merupakan", kemungkinan akan diulang dengan sering. Jadi akan berat di awal ketika bertemu kosakata yang baru, dan akan ringan nantinya setelah menemui banyak pengulangan. 

Saya rasa belajar bahasa Arab langsung dari Al-Qur'an terjemahan per kata, atau kitab cabang terjemahan/logat per kata, lebih efektif sambil sedikit-sedikit ditunjang mempelajari tatabahasa, lebih efektif, ketimbang mempelajari tatabahasa secara langsung, dan menghafal kosakata dari kamus secara langsung. Adapun kamus itu hanya penunjang untuk memperjelas arti sebuah kata. Alasannya adalah, dengan belajar langsung dari kitab terjemahan, kita bisa langsung tahu konteks/arti/fungsi kata tersebut dalam suatu kalimat.

Atau kalau pun tidak dengan terjemahan, kita coba menterjemahkan sendiri sebuah kitab dengan bantuan kamus, kemudian di akhir, konsultasikan pada seorang guru/pakar bahasa. Takut-takut ada yang salah. 

Ilmu dalam agama islam itu banyak dan kompleks. Ada berbagai bidang. Maka kita harus tertib dan terrencana ketika akan mendalami ilmu agama. Lebih baik satu per satu dalam mempelajarinya, supaya fokus. Misalnya dalam sebulan, hanya mempelajari satu macam kitab. Sampai betul-betul paham. Harus sabar dan dalam waktu yang lama. Intens. Tarohlah 10 tahun misalnya, tapi 10 tahun yang efektif, tidak bolong sebagian. Target, umur 30 tahun itu sudah jadi "orang", pantes lah disebut ulama, umpamanya, atau umur 40 tahun, sudah "mateng". Apalagi kalau belajarnya sejak kecil, sejak umur 5 tahun umpamanya.

Islam harus bangkit, caranya dengan mencetak ulama-ulama muda. Dan ini memerlukan motivasi-motivasi dan keimanan yang kuat. Sebetulnya motivasinya simpel saja. Orang yang berjuang dalam agama Islam, mau melestarikan ilmu-ilmu keislaman dengan ikhlas insyaAllah akan bahagia hidupnya di dunia dan di akhirat.

Sumber Gambar : belajarmembacaal-Qur'an

Sabtu, 24 Agustus 2013

Lantai Mesjid Jadi Bentangan Kitab


Suat hari, imam  mesjid jami Al-Mubarok di kampung saya (Kp. Samarang, Ds. Mekarsari, Kec. Tambaksari, Kab. Ciamis), Ust. Udin Haerudin, terdiam, bertafakur usai menyapu lantai di mesjid. Ia melihat, sekilas mesjid bersih, tapi setelah disapu, banyak juga sampah-sampah kecil, dan debu-debu yang terkumpul. Padahal tidak ada yang pernah sengaja mengotori mesjid. Tidak seperti di tempat-tempat lain, seperti kantor, balai, pasar, toko, keberadaan orang di tempat-tempat selain mesjid itu cenderung membuat kotor, akibat alas kaki, sampah dan lain-lain. Tapi di mesjid? Orang pergi ke mesjid hanya untuk beribadah. Tidak ada yang membuang bungkus rokok atau permen. Tidak juga membuat mesjid kotor akibat alas kaki. Tapi setelah lama dibersihkan, ada saja benda-benda yang membuat kotor.

Ia berpikir,  mungkin seperti ini pula dengan "dosa". Kadang kita tidak merasakanya dan menyadarinya. Kadang tidak pula sengaja melakukannya, tapi ada saja dosa yang tidak sengaja dilakukan, disadari atau pun tidak. Sedikit-sedikit, akhirnya menumpuk, jadi banyak juga.

Makanya tidak heran jika Rasulullah Saw. mencontohkan beristighfar minimal 70 atau 100 kali dalam sehari. Istighfar mestinya memang terus diucapkan kapan pun, di mana pun. Dalam waktu senggang, memang sebaiknya diisi dengan ibadah, daripada tidak melakukan apa-apa. Seorang guru pernah mencontohkan, pada saat berangkat ke tempat kerja, misalnya Anda bertemu lampu merah di jalan sebanyak 5 kali, kalau tiap kali stop Anda istighfar 10 kali, sampai di kantor sudah 50 kali. Pulangnya 50 kali lagi, jadi jumlahnya seratus kali. Atau Anda beristighfar sepanjang perjalanan. Boleh jadi Anda sempat mengucapkan istighfar lebih dari 100 kali.

K.H. Cucu Syamsul-Millah, S.Sy., (pimpinan Ponpes Manarul Huda Cileungsir, Kec. Rancah, Kab. Ciamis) mengatakan bahwa tidak ada dosa kecil, jika dihadapkan kepada Allah, Tuhan yang Maha Besar. Beliau membuat suatu analogi, kurang lebih begini : "Jika Anda mencubit anak Anda karena bandel, masih wajar, tapi jika yang Anda cubit adalah seorang bupati, maka menjadi salah besar." Allah adalah Tuhan Yang Maha Besar, Maha segalanya. Jika kita berbuat dosa, melanggar ketentuan-Nya, maka sekecil apa pun, jadi besar ketika di hadapkan kepada Allah.

Coba perhatikan hidup kita. Apakah terasa begitu sulit? Ketika musibah demi musibah terus terjadi. Berbagai macam kesulitan menghampiri tiada hentinya. Membuat kita harus terus menerus mempertebal kesabaran. Apakah yang ada di balik semua itu? Dalam hal ini K.H. Tatang, dari Garut, ketika acara Halal Bil Halal di Ponpes Cibeureum pada hari Minggu malam Senin tanggal 18 Agustus 2013, mengatakan bahwa ada suatu jenis dosa yang masih di dunia pun terasa akibatnya, berupa kesulitan-kesulitan hidup. Dosa tersebut adalah mendzalimi/menyakiti orang lain. Ada baiknya kita selalu mengoreksi diri dari hal tersebut. Sebab sering kali hal itu tidak terasa dan tidak disengaja. Misalnya: padahal maksud kita tidak menyakiti, bahkan baik, ternyata ada saja sisi yang menyakitkan bagi orang sekitar. Membuat orang menjadi dongkol, merasa tersakiti. Mungkin caranya yang kurang tepat, atau waktu dan tempatnya yang tidak tepat.

Di satu saat, ada kalanya ibadah terasa begitu berat. Kita malas beribadah. Mengenai masalah ini, saat saya konsultasikan kepada Ust Ano, salah satu guru Diniah Miftahul-Munir, Dusun Samarang mengatakan bahwa malas dalam beribadah bisa disebabkan oleh penghalang berupa dosa. Karenanya perbanyaklah istighfar.

Memang, hidayah (keinginan untuk beribadah) itu dapat dianalogikan sebagai cahaya yang menerangi hati. Jika hati kotor oleh dosa, maka cahaya tersebut tidak dapat tembus menerangi hati. Namun jika sudah dibersihkan (dengan cara bertaubat) cahaya hidayah itu bisa menerangi hati kembali, tanpa dirintangi dosa. Hasilnya keinginan ibadah pun timbul, dan mendorong perilaku untuk merealisasikannya.

Pada saat khutbah Jum'at di Mesjid al-Mukhtariah, Gunung Roay II, Taikmalaya (deket Unsil), khatib Bp. Saepuloh. (bapak kost, kosan Mawar, hehe...), saya mendengar ucapan beliau yang mengemukakan pendapat seorang ulama (saya tidak tahu nama ulama itu siapa), kalau tidak salah ada 4 ciri orang yang taubatnya diterima. Pertama lisan orang tersebut akan terjaga. Kedua hatinya tidak mengandung kebencian kepada orang lain. Ketiga orang tersebut selalu ingin bersama orang-orang yang sholeh. Keempat orang tersebut suka untuk mengumpulkan bekal ke akhirat kelak (beribadah dengan ikhlas). Keempat indikator ini patut untuk kita ingat, sambil kita cocokkan dengan diri kita sendiri. Jika belum cocok, kita berusaha supaya cocok, dengan demikian mudah-mudahan kita termasuk orang yang berusaha bertaubat, dan akhirnya tergolong kepada golongan orang-orang yang bertaubat. Amiin.



Sumber Gambar : kucintaquran.blogspot.com


Senin, 15 April 2013

Tauhid 1

"Awaluddini ma'rifatulloh.", meureun aya hubunganna jeung katerangan ieu, yen Harun Yahya nyieun hiji bahasan mangrupa buku nu dijudulan "Allah Is Known Through Reason" kira-kira hartina meureun "Nyaho Ka Allah Ngaliwatan Akal". Mimiti Harun Yahya ngajelaskeun ngeunaan rupa-rupa wangunan anu barangga, kayaning menara Eiffel di Kota Paris, Tajmahal di India, jeung rea-rea deui. Tug tepi ka kaluar kacindekan yen "Kayakinan yen ieu alam jeung jutaan rupa eusina kabentuk tina teu dihaja, sarua teu asup akalna jeung kayakinan yen menara Eiffel di Kota Paris ayana tina kajadian ngabeledug teu dihaja, jeung euweuh nu nyieunna.", Pan gelo tah, pamikiran model kitu teh, teu waras, hehe.

Kacida teu kahartina bieu teh. Da mun dititenan, ditalungtik mah, komo ku para sarjana elmu alam kayaning biologi, kimia, fisika, bakal manggihan yen naon rupa nu aya di alam teh ngarupakeun hasil rancangan nu banget tohagana, leuwih ti jenius itungannana. Teu ragu deui kabeh pasti aya nu nyieunna, nyaeta dzat Maha Tunggal, Nu Kagungan Kapinteran jeung Elmu, Maha Kawasa, nyaeta Allah Swt., pangeran sembaheun urang sadayana. Ulah jauh-jauh mikiran Alam atuh, mikiran diri sorangan oge. Naha bet diri teh pinter, bisa leumpang, kucap-kiceup.... purak ku elmu biologi geura, kumaha otak urang, kumaha otot jeung tulang urang, weuuuh, rancangan aheng wungkul. Namina ngaji diri, ngenal diri. "Saha jalma apal ka dirina, bakan kenal ka Pengeranna.

Selasa, 05 Maret 2013

T r e n d

Jilbab bukan hanya penutup aurat, tetapi juga identitas muslimah. Manakala seluruh umat bercampur di lingkungan heterogen, Anda dengan mudah dapat mengenali mana perempuan beragama Islam dan bukan Islam dari cara berpakaiannya. Sehingga tidak heran, pada saat pertama kali mengikuti kuliah sarjana, dosen Fisika Dasar I saya, barangkali tergerak rasa toleransi, beliau mengajukan sebuah pertanyaan kepada kami sebelum menjelaskan penciptaan alam semesta, begini: "Bagaimana, kita sepakat pakai kata Tuhan saja atau Allah? Apakah di sini semuanya muslim?", saya melirik, memang tidak semua mahasiswa perempuan, dan tidak semua perempuan berjilbab, ada dua orang yang tidak berjilbab pada saat itu. Saya akui, agak sulit menyimpulkan, apakah dosen saya bertanya begitu sebab dua orang perempuan itu, atau memang tidak tahu semua mahasiswa muslim, sebab ada laki-laki juga. Tapi saya yakin andaikata semua mahasiswa perempuan, dosen saya akan tetap bertanya seperti itu, karena ada dua orang perempuan tidak berjilbab di dalam kelas. Walaupun nyatanya semuanya beragama Islam. 

Dari kejadian itu benarlah apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa yang meniru suatu kaum maka dia termasuk dari mereka.” (HR. Abu Daud yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban). 

Masyarakat jadi berprasangka, atau salah sangka... kalau sampai berprasangka buruk, maka masyarakat tanpa sadar menggolongkan/memasukkan orang tersebut pada golongan yang ditiru. Sebaiknya setiap umat Islam tidak berharap itu terjadi pada diri mereka. Baiknya setiap muslimah tidak ingin orang salah sangka mengenai agama si muslimah, gara-gara pakaiannya.

Kembali pada dua orang sahabat saya yang perempuan itu. Ya, mereka memiliki masalah, dengan jilbab. Tapi tidak dapat dipastikan penyebabnya, kecuali dikembalikan kepada, bahwa mungkin mereka belum mendapat hidayah dan taufik. Namun masyarakat kita yang mulai kritis membutuhkan jawaban, paling tidak berupa tinjauan dari segi sosial dan psikologi, yang tujuan akhirnya adalah dihasilkannya solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan ini.

Memang baiknya diadakan wawancara khusus. Namun sementara ini, digunakan pernyataan yang pernah terdengar sebagai objek tinjauan. Mungkin belum mewakili secara rinci tapi diharapkan sudah mewakili secara umum.

Pernyataan seperti "Saya belum siap memakai jilbab." Mungkin sering kita dengar, atau terucap dalam hati sebagian muslimah. Atau pernyataan yang kelihatan memperkuatnya: "Saya lebih memilih menjilbabi hati dulu.", seperti pernah dilontarkan seorang artis muslimah pada sebuah segmen acara televisi. Sangat disayangkan. Penyataan seperti itu baiknya tidak dikatakan, apalagi di depan umum. Dikhawatirkan jadi pembenaran. Sedangkan memakai jilbab adalah kewajiban bagi perempuan. Hal lainnya juga yang tanpa disadari merupakan pengikis syiar Islam, adalah hal-hal seperti mode pakain barat, penjual pakaian, tayangan-tayangan yang mengumbar aurat, termasuk perempuan-perempuan Islam sebagai individu yang terbawa arus trend. Sebaiknya mereka memahami dan peduli akan resiko dari apa yang mereka rancang, buat, jual, tayangkan, dan dari apa yang mereka pakai. Semestinya mengerti betul, bahwa sementara muslim yang lain memperkuat syiar Islam tentang menutup aurat, mereka justru tanpa disadari mengikisnya dengan pakaian-pakaian ketat, dan serba terbuka.

Masalah ‘belum siap berjilbab’ tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Tampaknya trend barat memang tidak habis-habisnya diikuti banyak orang, termasuk sebagian besar umat Islam di Indonesia. Sebagian besar dari golongan anak muda, tapi generasi dewasa pun sebagian mulai terpengaruh. Paparan pengaruhnya begitu kuat, sehingga mungkin sekali telah menyebabkan pergeseran rasa. Memang sebagai mahluk sosial manusia memiliki kebutuhan akan kesetaraan dan kesesuaian dengan lingkungannya. Apabila tampil berbeda akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan rasa terasing. Inilah tantangannya. Dengan demikian lingkungan menjadi begitu berpengaruh, sehingga tak heran ada beberapa perempuan yang memakai jilbab saat kuliah mengikuti kebanyakan temannya, namun di lingkungan rumahnya ia tidak berjilbab, sebagaimana keluarga dan lingkungan sekitar. Dengan kata lain berpakaian bukan lagi berfungsi menutup aurat. Landasan yang dipakai bukan lagi hukum Islam, tapi semata-mata trend dan memenuhi kebutuhan sosial semata. 

Hasilnya fungsi pakaian dewasa ini semakin beragam. Para pakar menghimpunnya menjadi beberapa fungsi, termasuk pendapat dosen filsafat agama saya bahwa fungsi pakaian diantaranya sebagai fungsi estetika, etika dan menutup aurat. Beliau menjelaskan bahwa ketiga-tiganya haruslah hadir pada pakaian umat Islam. Tidak cukup salah satunya. “Kalau cukup dengan menutup aurat, pakai karung doang juga selesai, tapi apa nanti kata orang?” kelakar beliau. Dua unsur lainnya, estetika berarti keindahan, dan etika berarti kesopanan. Ketiganya saling melengkapi. Agaknya tiga unsur ini cukup dijadikan pegangan para perancang busana muslimah, apa pun trend (kecenderungan) busana muslimah/muslim yang akan diciptakan dan dipopulerkan.

Berkaitan dengan pakaian sebagai kebutuhan sosial, sebetulnya orang tidak perlu takut dikatakan berbeda, kalau memang di jalan benar. Anggapan aneh atau asing dari lingkungan hanya datang saat pertama kali, selanjutnya orang akan menganggap biasa justru lama-lama akan terpengaruh, asal tetap pendirian. Sebab jika tetap pada pendirian, Anda-lah lingkungan itu, yang berfungsi mempengaruhi orang di sekeliling. Itu saya saksikan pada saudari kandung saya. Ia berprinsip dengan berpakaian muslimah, lama-lama teman-teman dekatnya tertarik, termasuk adik kelasnya yang menjadi tetangga kami. Menurut saya itu terjadi karena ia tetap pendirian, dan karena cara berpakaian muslimahnya menarik. Menarik bagi kebanyakan orang memiliki sisi penting yang lain yang tidak boleh diremehkan, sebab hal tersebut yang menciptakan magnet kemudian menjadi trend.

Setelah produk menarik, selanjutnya promosi. Adik kandung saya sudah berpenampilan muslimah dengan cukup menarik. Jika itu dikatakan sebagai produk, maka media promosinya adalah silaturahim ia kepada teman-temannya sesama perempuan. Atau sebut saja main. 

Inilah yang dipakai mereka untuk menyebarkan pengaruh budaya non-Islam, sengaja atau tidak. Mereka melakukan ‘promosi’ melalui berbagai media informasi. Sehingga mode-mode pakaian barat menjadi trend (kecenderungan) banyak orang Islam yang awam. Pakaian serba ketat dan terbuka jadi paling diminati, karena trend. Semata-mata menghanyutkan diri dalam arus pop. Nah, di sinilah tugas kita, yaitu membalikkan kondisi yang ada, menjadikan busana muslimah sebagai trend dan populer. 

Kita tentu menyaksikan iklan televisi tidak melulu melayani penawaran produk komersial, tetapi kadang-kadang juga iklan layanan sosial, dengan demikian agaknya dapat pula andaikata organisasi-organisasi Islam membayar sedikit uang untuk membuat iklan da'wah. Kalau produk saja yang berorientasi profit dipromosikan, mengapa kehidupan seindah Islam yang berorientasi memanusiakan manusia tidak dipromosikan? Atau melalui film-film Islami, tidak mesti di bulan Ramadhan saja. Sebetulnya ada saja jalan memasukkan Islam ke dalam kehidupan sehari-hari melalui media, jika dilakukan secara kolektif tidak akan begitu berat dan sukar. 

Secara individu, Anda kaum perempuan bisa berusaha berbusana muslimah dengan penampilan yang menarik walaupun sederhana. Sisi apa yang membuat menarik, Anda mungkin lebih tahu. Namun beberapa saran mengatakan kecantikan sikap menjadi daya tarik tersendiri. Tujuan Anda secara individu adalah menjadi figur contoh. Kesuksesan Anda menjadi figur tidak dilihat semata-mata dari cara berpakaian atau makeup Anda, menarik atau tidak, tetapi juga dari sikap Anda. Terkadang orang mengikuti cara berpakaian seseorang bukan karena meminati pakaiannya tetapi karena menyukai orang yang memakainya. Jadi yang harus menarik adalah sikap dan pakaian Anda sekaligus. 

InsyaAllah, dengan usaha bersama dari berbagai segi perlahan-lahan lingkungan akan tumbuh menjadi lingkungan yang Islami. Bukan hanya secara fisik tetapi juga sikap dan tatanan sosial secara umum. Islam itu indah.

Sabtu, 02 Maret 2013

Tekad Nyukuran Hirup


Bismillahirrahmaanirrahiim...

Ari panjang jalanna mah sarua, hirup manusa teh, ti mimiti lahir tepi ka maot. Anu ngabedakeun dina cara nempuhna, aya nu beurat aya nu enteng, kalawan sabenerna, lain sigana wungkul. Ari milih mah kudu nu enteng, saratna nyukuran hirup.

Loba nu salah patekadan dina lampahna, anu netepkeun sagala nu dipilampah keur kasenangan hirup atawa keur merjuangkeun hirup. Naha bet salah? Sabab nu hade mah keur nyukuran hirup, kadituna ridho Allah bae nu disuprihna. Memang ipis bedana, nu mantak kudu ati-ati. 

Teu kurang ari ngudagna kasenangan mah, loba jalma ripuh ngalayanan kahayang dirina, antukna kasebut bae budak nafsu. Dikitu kieu keun ku nafsuna. Kitu oge anu nekadkeun merjuangkeun hirup, sabab ngaran 'merjuangkeun' rupa-rupa jalurna, aya nu kana jabatan, harta, wanita, gengsi, pangaruh, kayakinan jeung sajabana. Tangtu cape karasana. Komo mana kala teu katepi nu dimaksud.

Alus mah jadi anu katilu, nyaeta nekad naon bae lampah teh keur nyukuran hirup. Ari nyukuran hirup mah kani'matan/kasenangan teu kudu diteangan, henteu milampah heula tuluy senang, tapi senang heula tuluy milampah. Estuning gawe terus, teu kabengbat ku tujuan jeung hasil. Ningali mah tincakeun, engke oge nepi.

Nyieun kahadean dina tekad nyukuran hirup bakal ngahasilkeun karya anu alus, sabab eta karya teu katarumpangan tujuan anu rendah, estuning didasaran hate anu luhung, hasilna oge tangtu luhung.
Palebah dieu memang ngalibatkeun nungkulkeun hawa nafsu. Nyaeta nafsu anu rendah. Kauntungannana tina nungkulkeun hawa nafsu (kahayang) teh yen manusa teu kudu ripuh/cape atawa moal susah-susah teuing cicing dina kasabara. Sabab loba anu sabar alatan kahayangna, bari ari sabar teh lain perkara enteng. Mun ngurangan kahayang, tangtu ngurangan oge beuratna dina nyabarannana.

Genah karasana lamun kuring salaku patani, pepelakan keur sukuran. Salaku pangusaha, bisnis keur nyukuran hirup. Salaku pagawe, ka kantor gawe, keur nyukuran hirup. Kiyai, ajengan da'wah keur nyukuran hirup.

Naha bet sagala bae sukuran? Sabab moal bisa dibohongkeun, sagala segi kairupan manusa teh pinuh ku pirang-pirang ni'mat, anu miheulaan kana sakur-sakur lampah.

Kumaha lamun sagala keur ripuh? Wayahna panggihkeun heula hikmahna. Saga rupa kajadian pasti ngandung hikmah. Atawa langsung tutup ku alus sangka. Ku kituna aya bae celah keur nyukuran hirup dina rupa-rupa kaayaan, kari alus ngigelannana, alus ngabebenjokeun diri sorangannana.

Wallahu 'alam bisshawab..

Jumat, 01 Maret 2013

Khusyu Ibadah Ku Emut Kana Maot

Emut kana cariosan guru simkuring K.H. Cucu Syamsul Millah, S.Sy. yen ari maot sumpingna teu aya kagok. Henteu kagokkeun pedah sumping ka manusa alaatan nuju nanjung/nanjeur, atawa nuju senang-senangna hirup di dunya. Atawa upamana kagok alatan daharna sahuap deui. Tandesna moal tiasa diundur atawa dipaju katangtuan ngeunaan maot ieu sanajan sadetik. Waktuna maot mah, maot bae. Cariosan anjeuna oge kaemut basa nuju biantara dina acara tahlilan tatangga pasantren, saurna kirang langkung yen ari maot eta rusiah Allah, sok katangar ku urang aya nu teu damang, singhoreng jagjag deui, teu lami kalah ka nu maot teh nu jagjag waringkas taya panyawat naon-naon.  Atawa hiji jalma umurna panjang tepi ka ampir saabad, malah aya nu leuwih. Sagigireun ti eta aya nu ngora keneh, tos dipundut nyawa ku Nu Kagungan. Malah nembe lahir tos maot. Bakal digilir. Ayeuna urang ngadungakeun tuluy nganteur, tah engke bakal genti urang nu didungakeun tuluy dianteur. Duka iraha, teu aya anu terang. Ngan tos puguh katangtuanna mah moal mencog. Ukur Gusti nu uninga. Dina Q.S. Al-Waqi'ah (56) ayat 60 : "Nya Kami anu geus mastikeun pati di antara maraneh, jeung moal bisa Kami dihalang-halang."

Anjuran yen dina ibadah kedah emut kana maot memang karaos pisan mangfaatna, dina nambah kakhusyuan. Ulah ngemutan enjing bisi maot, malah bade emut mah bisi engke sarengse ibadah urang maot. Jeung tetela teu aya nu terang kana perkara sumpingna maot nu mangrupakeun perkara gaib tea. Ari maot eta hiji kapastian. Ulah urusan maot, urusan lebu sasiki ge mapay hiji kapastian. Kaaos dina Q.S. Al-An'am (6) ayat 59 : "Jeung nya di Anjeunna konci-konci sagala perkara nu goib, teu aya anu nyaho kana konci-konci goib teh salian ti Anjeunna; jeung Anjeunna uninga kana saniskara anu aya di darat jeung di laut, jeung taya daun salambar oge anu murag, jeung taya siki saese oge anu murag dina poekna bumi, jeung taya nu baseuh taya nu garing anging kalawan kauninga ku Anjeunna; angin kabehanana kaunggel dina kitab anu tetela (Lauhil Mahfuzh)."

Dimana emut kana maot dina ibadah insyaAllah bakal nambih kana kakhusyuan. Khusyu nu ieu memang tos aya jaminan, dicindekkeun dina pertanyaan nu kumaha ari nu khusyu teh? Maka dijawab dina Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 46 : "(Nyaeta) jalma-jalma anu yakin yen maranehna bakal papanggih jeung Pangeranna, sarta saestuna maranehna bakal marulang ka Anjeunna." Dina Tafsir Al-Azhar Juz I halaman 238-239 kenging Prof. Dr. HAMKA, waktos nafsirkeun ayat ieu nyaurkeun : "Untuk menambah khusyu hendaknya kita ingat, sampai menjadi keyakinan, bahwasannya kita ini datang ke dunia atas kehendak Tuhan dan akan kembali ke akhirat dan akan bertemu dengan Tuhan. Di hadapan Tuhan akan kita pertanggungjawabkan semua amal dan usaha kita selama di dunia. Maka dari sekarang hendaklah kita latih diri mendekati Tuhan. Ibaratnya adalah sebagai apa yang disebut di jaman sekarang dengan kalimat relasi (relation). Datang tiba-tiba saja kita berhadapan dengan Tuhan, padahal makrifat terlebih dahulu tidak ada, dan hubungan kontak jarang sekali, tentu akan membuat bingung, karena tidak ada persiapan. Sampailah Imam Ghazali mengatakan bahwa jika kamu berdiri sembahyang hendaklah sebelum kamu takbir kamu ingat sekan-akan itulah sembahyangmu yang terakhir. Mungkin nanti engkau akan mati, sebab itu engkau khusyukan hatimu menghadap Tuhan."

Kantos kakuping oge ku kuring penjelasan samodel kieu dina nambih kakhusyuan sholat ti hiji ulama di Masjid Al-Muhajirin Universitas Siliwangi, dina hiji kasempetan. Mugi-mugi, ku nancebkeun kayakinan ieu tiasa ngaronjatkeun kakhusyuan sholat/ibadah urang. Aamiin.

Rabu, 27 Februari 2013

Amal Kecil, Jangan Diremehkan!

Seorang lelaki menghampiri tukang baso ikan di pinggir kampus, tapi bukan jajan, dia cuma minta api. Di kali yang lain orang-orang minta sambal agak banyak pada si tukang baso ikan ini. Pada saat2 seperti itu adalah kesempatan beramal. Benar andaikata kita tidak melihat besar kecilnya bantuan, tapi nilai keikhlasannya. Saya pernah mendengar cerita seorang nenek buruh tukang bersih-bersih dengan penghasilan pas-pasan buat kebutuhan sehari-hari. Suatu hari dia datang ke pesantren dan memberikan sedekahnya sebesar 5000 rupiah, sampai-sampai pihak pesantren yang menerima menangis, terharu. Mungkin uang 5 juta yang diberikan seorang pengusaha kaya, terasa biasa saja, tapi uang 5000 dari seorang nenek yang penghasilannya pas-pasan lagi tidak menentu akan terasa lebih istimewa. Ada nilai lain yang membuatnya istimewa, dan memiliki kekuatan berkah tersendiri, insyaAllah

Oleh karena itu, sebaiknya tidak pernah kita meremehkan amal walaupun kecil, baik amal yang kita lakukan untuk orang lain atau pun sebaliknya. Selama itu dilakukan dengan ikhlas dan dilandasi ibadah kepada Allah, insyaAllah amat bernilai di sisi Allah. 

Ada kalanya kita marah pada saudara kita atau pun teman, dan lainnya. Bahkan sampai membenci dan memusuhinya. Pada saat itu sering kita lupa amal kebaikan yang pernah dilakukan mereka kepada kita, hanya karena terasa kecil saja kebaikan tersebut. Atau kita anggap sepele, padahal sebaiknya tidak kita anggap sepele.

Ada teman yang menyarankan untuk menyedekahkan laptop saya. Buat orang sekelas saya saya pikir kegedean, saya juga masih butuh. Toh saya juga menggunakan laptop saya untuk berbagai macam hal baik, insyaAllah, bernilai ibadah. Seperi mendengarkan ceramah, tilawah, menonton video pembelajaran, untuk menunaikan berbagai macam kewajiban semisal mengerjakan tugas dll, bahkan dengan mengajak teman-teman yang lain kami belajar bersama-sama dengan fasilitas laptop saya. Justru manfaatnya lebih panjang lagi. Dalam hal ini saya mencoba proporsional dalam beramal. Menurut taraf kemampuan saya. Allah juga tidak memaksa hambanya beribadah di luar batas kemampuannya. Kalau memang ada orang yang sanggup habis-habisan, itu pun bagus, hanya saja khusus bagi beliau yang memang tingkatannya sudah di atas saya.

Bagi saya proporsional dalam beramal amat penting untuk menjaga prasangka baik kepada Allah... dan untuk menjaga stabilitas amal dari serangan futur. Wallahu 'alam bishawab...

Selasa, 01 Januari 2013

Mengatur Keinginan

Bismillahi rrahmaani rrahiim...
Assalamu'alaikum... 

Keinginan manakala tidak tercapai, bisa bikin pusing/stress, bener nggak. Inget, nafsu itu memang nggak ada habis2nya. Sudah punya hati pingin jantung, sudah punya motor pingin mobil. Nggak ada puasnya. Tatkala kita disibukkan dengan keinginan yang lebih, kita kadang lupa dengan apa yang dimiliki sekarang. Padahal ni'mat Allah tuh. Nggak bisa disepelein. Punya hape jadul, ceritanya pingin blackberry, karena lama nggak kesampaian, ngeluh : "Yaah...hape jadul terus, boseen.... nggak bisa ini, itu, banyaak...".

Pingin yang bagusan, bukannya nggak boleh, tapi coba lah, kita untuk nggak berangkat dari keluhan. Anda tanya: terus apa? Jangan dari keluhan berangkatnya, tapi dari kebutuhan saja, terus kaitkan dengan ibadah, subhanallah, bagus banget tuh. Misalnya, kalau saya punya laptop hasil kerja saya jadi maksimal, berjuang buat ibadah pun jadi lebih ringan, sodaqoh jadi gampang, berbagi ilmu on-line bisa. Belajar jadi lebih mudah. Ya Allah... berilah kemudahan kepada saya untuk mewujudkannya. Nah itu bagus tuh, subhanallah, niatnya bagus, tambah do'a pula.

Resep lain, kalau kita nggak mau stress, ya nggak usah banyak keinginan lah. Simpel saja. Hehe... Cari alternatif yang lebih mudah dan murah. Duh, kalau punya motor, ke warung gampang nih, mau beli makan jadi males. Padahal kaki kita sehat, badan kuat. Apa susahnya berjalan, cuma 50 meter. Pada saat begitu, kita suka nggak inget bahwa ada saudara-saudara kita yang lumpuh. Termasuk satu saudara sepupu saya. Ya Allah, jangankan jalan kaki, mau wudhu mau makan saja dibantu. 

Kebahagiaan itu ada di sekeliling kita, tapi kita selalu terpedaya dengan kebahagiaan yang jauh dari kita. Guru saya, Pa Ano, selalu mengajarkan kepada saya untuk merasa puas dan bersyukur dengan apa yang dimiliki. Beliau selalu mengajarkan keikhlasan dalam beribadah. Kalau ingat beliau, suatu kali saya bertamu malam hari karena suatu keperluan. Saat itu saya mendapati beliau sedang khusyu membaca Al-Qur'an dan isterinya, Bu Esih, sholat sunnah. Saya mengerti, dalam beberapa ceramahnya kepada saya beliau pernah menyarankan untuk membaca A-Qur'an dan sholat sunnat sebelum tidur. Saya selalu ingin mencontoh beliau. Beliau dan keluarga beliau, bagi saya adalah orang-orang yang betul-betul berjuang membuktikan ketauhidan dengan ibadah yang sebaik-baiknya.

Yang membuat hati luluh, adalah cerita beliau yang lain. Dulu, saat mendapatkan kesulitan ekonomi tidak ada keluhan sama sekali sekalipun sekali-kali yang dimakan hanya nasi dan garam. Saya mengerti bukannya beliau hendak membawa keluarga beliau ke situasi serba kurang, tapi tatkala hidup serba kurang itu mesti dialami, maka beliau dan isterinya siap menerima. Nyatanya hidup ini bagaikan roda, tidak melulu ada di atas. Subhanallah. Barangkali ini adalah suatu kualitas jiwa yang amat langka, apalagi di tengah-tengah kesejahteraan hidup dan gelimang harta seperti yang dialami sebagian orang.

Inspirasi yang lain adalah guru saya juga K.H. Cucu Syamsul Millah, S.Sy., beliau pernah menuturkan bahwa jika beliau berpakaian dengan pakaian terbaik, itu agar umat Islam tidak diremehkan, tidak jelek di mata umum. Saya paham, berpakaian baik hendaknya tidak dilandasi keinginan nafsu yang rendah, tapi ada niat dan tujuan luhur yang hendak dicapai. Seperti punya mobil bagus, rumah bagus, gelar tinggi, bukan buat sombong, tapi diniatkan biar umum tahu bahwa umat Islam adalah umat yang hebat, tidak pantas dicap sebagai agamanya orang-orang bodoh, seperti yang dihembuskan umat-umat non-muslim yang memusuhi Islam. Hal itu menjadikan syiar Islam yang baik pula.

Maka dari itu usaha kita mengatur keinginan mestinya kembali lagi pada konsep bersyukur dan konsep ibadah. Sebab apa yang dicari orang dari mencapai keinginannya jika tidak dilandasi dengan bersyukur dan ibadah, toh cepat atau lambat semua yang dicapai akan ditinggalkan juga.

Alhamdulillah....

Gambar : Google